Minggu, 29 Maret 2009

My Short Story


Perbedaan Itu…

Mimpi untuk mengenakan seragam putih biru kini telah jadi nyata. Riani, gadis belia berumur 15 tahun kini telah duduk di bangku kelas 1 SMP. Dengan postur tubuh yang tidak tinggi membuatnya terlihat lebih imut dari teman-teman yang pasti masih sangat asing baginya, apalagi dengan balutn jlbab, dia semakin terlihat manis.
Gadis ini sedikit cuek dengan pergaulan, dengan kata lain dia itu sangat sulit untuk beradaptasi dengan linkungan baru. Tapi, penampilannya yang bias di bilang sangat sederhana membuat teman-teman yang lain senang berteman dengannya. Sebut saja Resa, dia satu-satunya anaj lelaki yang sangat akrab dengan Riani. Mungkin latar belakang humoris yang membuat mereka terlihat kompak. Namun, ada sedikit perbedaan yang awalnya membuat mereka ragu untuk menjalin persahabatan . latar belakang kepercayaan. Ya, itulah yang membuat mereka canggung. Tapu, lambat laun perbedaan itu sendiri menjadi satu hal yang mereka anggap biasa.
“Ri, apa gak panas tuh tiap hari pake penutup kepala gitu?”
Satu hari Resa membuka obrolan..
“Jilbab!“ Ucap Riani sewot.
“Iya, iya, whatever-lah..”
“Enggak kok, orang udah biasa, lagi pula ini kan udah peraturan sekolah.”
“Jadi, kalo itu bukan peraturan sekolah kamu gak akan pake,gitu?” Tanya Resa berapi-api.
“ Kan udah aku bilang, udah biasa kok kayak gini Resa…” Riani lebih berapi-api.
“ Tapi sekolah kita kan bukan pesantren atau madrasah?!”
“ Ya iyalah… Kalo sekolah kita pesantren atau madrasah, mana mungkin kamu bisa ada di sini jadi siswa paling rese’..!!” Riani makin sewot, tapi ia tetap tergoda untuk tertawa melihat wajah bego’ sahabatnya.
“ Iya, ya…”
“ Ha..ha..ha..” Tawa pun meledak.
Dasar anak-anak yang ‘garing’. Begitulah mereka kapanpu, dimanapun, yang pentig ‘hepi’
Tak terasa waktu terus berlalu, terasa cepat,tanpa permisi pula. Dan waktu pun menjadi saksi kisah persahabatan Riani dan Resa. Sampai satu hari, terjadi perdebatan sengit antara mereka dalam sebuah diskusi kelompok. Sangat kebetulan, dalam mata pelajaran Kewarganegaraan kali ini mereka tajk dipertemuka dalam satu kelompok yang sama. Belum lagi bahan diskusi yang akan diperbincangkan, menyangkut latar belakang kepercayaan yang mereka anggap hal biasa. Tapi hal ii disajikan dalam bidang politik, yaitu tantang parai politik umat Kristiani. Opini demi opini telah dilotarkan Resa selaku penyaji materi. Riani tak pernah mau kalah dalam masalah debat-berdebat pu mulai melontarkan sanggahan demi sanggahan. Entah di mana akal sehat Riani, ia bahkan tak sadar baha yang dia hadapi adalah sahabatnya, temanberbaginya. Tampa kraut wajah Resa yang begitu kecewa pada orang yang selama ini dia anggap mapu memahaminya. Kepercayaan, kebanggaan, dan kebersamaan mulai terkikis oleh rasa benci. Kini mereka seakan-akan dipisahkan oleh jurang yan curam, seakan tak ada lagi jalan untuk membangun jembatan persahaatan. Dan mereka pun sadar ternyatahal selama ini mereka anggap biasa kini telah menjadi bumerang bagi mereka sendiri.

Senin, 16 Februari 2009


Rindu di Ujung Senja

Kala Senja berganti malam
Mentari kian tenggelam
Turut hati yang muram
Rindu kekasih dalam diam
Di balik titah awan terukir wajahnmu
Desiran angin malam hembuskan namanmu
Bintang pun hadirkan senyummu
Akan kah rindu ini rindumu..
Tak ingin ku biarkan waktu menjawab
Terlalu lelah jika terus menanti
Terlalu lama jika harus meununggu
Inikah rindu di ujung senja..


Cahaya Ku

Malam gelap berselimut awan hitam
Bintang pun tiada ingin hadir meramaikan malam
Hujan tak ingin kalah tuk bersorak ria
Hadirkan rindu yang teramat dalam
Rindu akan sosok seorang Ibu
Rindu akan belai lembut nan hangatnya
Terlintas tawa yang telah lalu
Butiran hangat pun mengalir lembut di pipi ini
Ia bagai malaikatdalam jiwa
Selalu hadir di mana pun kaki ini berpijak
Dan ia bukan bayangan
Yang hanya hadir di tengah sorot lampu
Ia sungguh cahaya hati
Cahaya yang slalu memberi ketenangan
Pelita saat ku tersesat dalam gelap
Dan cahaya yang takkan pernah padam..

Rabu, 11 Februari 2009

Hal yg paling menakutkan dalam hidup ku ialah ketika aku kehilangannya.
Ia pergi meninggalkan sejuta kenangan,sejuta canda bahkan beribu tawa..
Berharap waktu dapat terulang,tak mungkin.Berharap ia kembali itu sangat tak mungkin.
Saat ia benar-benar talah pergi,aku seperti orang bodoh saja.Hanya bisa menangis dan meratap.....

Kamis, 08 Januari 2009

TAKUT KU

Gelisah hati tersa berat
Sakit terus menusuk
Ingin ku berlari tak tentu
Ingin ku menangis tak sanggup
Hati ini bukan batu
Punya rasa dan sakit
Diri bukan patung
Yang hanya diamtiada kata
Lemparan cerca yerus menyerang
Tiada dinding yang menghalang
Berani, menyerah
Takut, melawan
Takut akan hidup tiada tuju
Takut akan keberanian yang telah kalah
Tak ingin ku menyerah
Akan apa yang telah kalah

By_Andini Ristyaningrum