Rabu, 27 Maret 2013

Temanku, maaf..maaf..maaf..

Hari diamana aku menulis surat ini adalah tepat hari ketiga kita terperangkap dalam kesalahpahaman. Ya, aku marah padamu, tapi aku yakin kau mungkin lebih marah padaku. Aku masih ingat pesan singkat terakhir yang ku terima darimu hari itu. Saat kau menuliskan kata 'egois' dan dengan lengkap menyebut namaku diakhiri dengan tanda seru. Jika ku bayangkan kata itu kau ucapkan langsung, aku bisa tahu nada suaramu akan seperti apa. Aku mengenalmu bukan kemarin sore, atau kemarin malam, aku mengenalmu sudah beribu-ribu malam yang lalu. Maaf atas keegoisanku hari itu, tak sedikitpun aku bermaksud menyusahkanmu. Hanya keadaan yang mendesakku untuk memintamu membantuku, dan kau sendiri tahu hari itu hanya kau yang tahu betul keadaanku. Bukannya mustahil untuk meminta kepada teman-teman yang lain, aku hanya tak ingin mereka tahu keadaanku yang sebenarnya saat itu, dan kau juga tahu itu bukan? Aku selalu menemukanmu di saat aku membutuhkanmu, tapi tidak untuk hari itu. Hari dimana kau tak bisa ada di saat aku membutuhkanmu, bahkan sekalipun aku memaksamu untuk ada saat itu. Di antara kelelahan yang terus menodongku hari itu, aku hanya tak bisa menerima alasan konyol mu yang tak bisa ada saat aku membutuhkanmu. Sebenarnya aku bisa percaya dengan alasan mu saat itu, tapi entahlah apa yang membuatku tak yakin. Begitulah kau, aku selalu memercayaimu, sekalipun tidak sebesar kepercayaan ku pada teman-teman yang lain, tapi entah kenapa aku selalu sulit untuk meyakini setiap apa yang kau ucapkan. Keegoisan yang sudah lama menjadi temanku malah tak bisa ku kendalikan. Jemariku yang terus mengetik pesan singkat juga tak bisa ku kendalikan, dengan sebuah kalimat berbariskan kata-kata yang sedikit kasar aku mengirim pesan singkat itu kepadamu. Dan tak kalah kasarnya kau membalas pesan yang ku kirim sebelumnya. Entah, seperti ada apa yang menghujam hatiku. Sakit, sangat sakit membaca kata demi kata yang kau alamatkan untukku. Aku juga tak tahu, mengapa harus se-sakit itu. Mungkin karena aku sudah terlalu mengenalmu, dan aku menyesali itu. Kau, mereka, kalian tahu dalam keadaan seperti itu apa yang pertama kali ku lakukan, ya menangis. Aku tak tahu pasti apa alasanku menangis kala itu, karena ucapanmu kah atau mungkin karena keeogisan ku yang terlalu mendarah daging denganku. Kejadian atas kemarahanmu hari itu semakin membuatku sadar, bahwa aku memang tak pernah begitu berguna untuk menjadi seorang temanmu. Aku mungkin bukan teman yang baik, karena teman yang baik bukanlah teman yang selalu merepotkan atau menyusahkan temannya. Aku sadar betapa aku selama ini seperti hanya menjadi beban saja, betapa aku selalu ingin di mengerti kalian, betapa aku harus menjadi teman yang cengeng untuk kalian, dan betapa aku tak bisa melawan ego ku. Maaf, jika aku tak bisa menjadi teman yang sempurna untuk mu, untuk kalian.Maaf jika selama ini aku tak bisa menjadi teman yang dibutuhkan seperti selama ini aku yang selalu membutuhkan kau, kalian. Aku tak bisa menjadi teman seperti kau, kalian, teman yang sesungguhnya. Semoga di kehidupan mendatang kita tidak lagi dipertemukan untuk di per-temankan. Untuk itu Maaf, hanya itu yang ingin ku sampaikan... © ART

0 komentar:

Posting Komentar