
(int)
Tulisan ini ku buat untuk mengungkapkan apa yang sulit untuk terbahasakan. Siapapun kau, surat ini hanya ku tujukan untukmu orang yang (sharusnya) selalu aku ada dalam keadaan apapun itu, calon pacar (suami) ku.
Aku mencintaimu, satu ungkapan klise yang sangat lumrah diungkapkan setiap orang kepada orang yang ia kasihi. Tapi tidak untuk seorang wanita jika ia yang lebih dulu ingin memulainya, termasuk aku misalnya. Kata yang terkadang jika sesorang mulai mengungkapkan atau mengatakannya, mungkin akan disebut berlebihan.
Untukmu calon pacar (suami) ku... Kau harus tahu betapa aku ingin mengatakan "aku mencintaimu" dihadapanmu, disaksikan langit dan tanah yang lapang, bersama ilalang yang gersang. Dan berharap setelahnya kau juga akan berkata yang sama ditambah kata "juga" di antara kedua kata itu.
Calon pacar (suami) ku dimanapun kamu berada, termasuk dihatiku... kau tahu, beberapa hari ini aku seperti kehilanganmu, sekalipun aku memang tak pernah memilikimu. Sebelumnya ingin ku katakan ada banyak cerita yang ingin ku bagi denganmu. Termasuk cerita yang sudah ku rangkai sesaat sebelum aku (merasa) kehilanganmu. Kau tahu, seberapa ingin aku berbagi denganmu tentang hari-hari berat yang sempat ku lalui kemarin? Aku sangat ingin bercerita semuanya, saat aku bekerja sambilan di sebuah perusahaan. Tak cukup banyak yang awalnya tahu tentang hal itu, hanya orang-orang yang ku percaya saja, termasuk kau.
Saat kelelahan yang terus menguasai diriku, saat kejenuhan menemaniku, aku sadar diantara mereka justru ada kau bersamaku, bayangmu maksudku. Calon pacar (suami) ku, hari itu aku mengalami kejadian yang kasarnya jika ku katakan itu adalah 'pelecehan'. Di hari terakhir aku memenuhi kontrak kerjaku di perusahaan itu aku harus mencari orang yang betul-betul berminat bergabung dengan perusahaan itu. Dan kau tahu, hari itu aku dipertemukan dengan pria hidung loreng, mengingatnya saja aku merasa muak.
Aku mencoba menawarkannya selembar brosur yang berisikan promosi tentang perusahaan tempatku bekerja sambilan, sejak awal aku memang tak senang dengan matanya yang liar, tapi dengan tetap memegang teguh aturan perusahaan bahwa aku harus tetap terlihat ramah, aku masih mencoba berkomunikasi dengannya. Dan sialnya ia malah meraih tanganku, jika tak segera aku menariknya entah apa yang akan ia perbuat saat itu. Saat itu pula aku sangat berlari menjauh dari keramaian itu, menuju ke hadapan mu dan menumpahkan air mataku.
Aku berharap saat itu kau ada, menyaksikan perlakuan pria bejat itu, dan kau akan marah. Tapi mustahil, hari itu kau bahkan tak merespon baik saat aku memutuskan berhenti dari pekerjaan itu dan tak peduli lagi dengan orang-orang yang jelas-jelas hanya meng-eksploitasi tenagaku saja. Aku memutuskan untuk pulang, dan segera ingin bertemu denganmu, bercerita semua yang terjadi dan menangis di hadapanmu sejadi-jadinya. Tapi apa yang terjadi, aku tak bisa menemukanmu, kau bahkan tak sempat mendengar seluruh keluh kesahku.
Hari itu sungguh aku hanya ingin kau melihat dan mendengarkanku menangis, itu saja. Tak peduli apa kau ingi menghapus air mataku dengan jemarimu, karena meilhatmu dihadapanku saja itu sudah cukup menghapus semua kesedihanku, bahkan sebelum kedua mataku membentuk aliran sungai kecil di pipiku. Karena aku mencintaimu... © ART
Posted in surat
Untuk calon pacar (suami) ku