Selasa, 07 September 2010

Rasa itu bukan rasa ku lagi....

Keramaian malam itu sungguh terdengar bising di telinga ku. Sulit mendeskripsikannya, yang terekam jelas hanya hiruk pikuk manusia-manusia yang berlalu lalang, suara kendaraan bermotor, dan berbagai suara-suara yang tidak nyaman untuk didengar. Tempat itu sebenarnya wajar untuk dikunjungi oleh siapapun, tapi tidak bagi ku. Aku sadar, keramaian dan acara-acara seperti itu bukan tempat ku dan suasana yang seperti itu sebenarnya tak penah ku sukai. Tapi, entah keinginan apa yang telah membawa ku kesana. Mungkin keinginan untuk melihat sesuatu yang berbeda di malam hari. Ya,aku pikir itu, tapi ternyata kehadiran ku di tempat itu hanya membawa ku pada sesuatu yang sebenarnya sudah harus ku lupakan. Aku melihat mu. Dan tiba-tiba saja aku merasa ada sesuatu yang begitu sesak di hati ku. Aku tahu perasaan apa itu, tapi aku tetap berusaha untuk menepisnya, walau sebenarnya aku tetap tak bisa. Ya..aku bahagia melihat mu. Tapi aku tetap sadar semua tak seprti dulu lagi, saat di mana kau masih berkuasa atas hati ini. Walau sebenarnya saat itu aku ingin sekali menemani mu, saat kau duduk sendiri, saat kau terlihat begitu lelah dengan segala tanggung jawab atas tugas yang harus kau selesaikan pada acara malam itu. Ingin sekali aku membantu mu untuk melepas rasa lelah yang sudah pasti melekat pada diri mu malam itu, tapi mustahil bagi ku. Aku hanya berani melihat dan memandang mu dari kejauhan saja. Ya…aku tak ingin menggangu mu lagi, tak ingin lagi. Jadi ku putuskan mengirim salah satu teman lelaki ku untuk menemani mu dan mengajak mu untuk berbincang. Dari kejauhan aku melihat mu sedikit rileks. Kemudian kau berpikir mungkin memang itu yang kau butuhkan, butuh teman untuk berbincang. Teman untuk berbincang memang banyak di sekitar mu, tapi mengingat kau agak sulit beradaptasi, aku pikir sulit untuk mu memulai obrolan dengan orang lain, sekalipun kau mengenal oarng-orang yang ada di sekitar mu itu. Malam itu aku betul-betul melihat, kesibukan adalah milik mu. Sangat sibuk. Ya..hal itu yang pastinya membuat mu terlihat begitu lelah.. Dari kejauhan aku masih memandangi mu, dan tiba-tiba kau berbalik melihat ku dalam waktu yang tak cukup dari 3 detik. Tapi itu sudah cukup membuat ku merasa bahagia, bahagia yang tentu kembali menyerang ku. Tapi lagi-lagi aku harus tetap sadar bahwa kau bukan pemilik hati ini lagi. Ya, bukan lagi… Tak ingin menuggu kejutan apa lagi yang akan hadir, ku putuskan untuk beranjak dan pergi dari tempat itu, aku tak ingin perasaan ini semakin menggila. Dan tanpa melihat mu lagi aku terus saja melangkah keluar dari tempat yang hanya membawa ku pada rasa yang bukan milik ku lagi. Kata-kata yang mampu terucap hanya Selamat Tinggal….

Satu Hati Dua Cinta

Malam itu tak henti-hentinya ia menatap langit dari jendela kamarnya. Ia tak pernah terlihat bosan memandangi bintang yang selalu mengingatkannya pada seseorang.
Karin, gadis itu biasa disapa. Diraihnya kotak kecil dari lemari meja belajarnya. Perlahan tapi pasti ia membuka kotak kecil itu. Lembaran-lembaran kertas yang terlihat seperti barisan-barisan puisi, kartu timezone yang bergambar mickey mouse, bingkai foto berbentuk kepala mickey mouse, kotak pensil, dompet mickey mouse, dan berbagai sovenir-sovenir berjudul mickey mouse bersarang di dalamnya. Seuntai senyum Karin persembahkan entah untuk siapa, atau mungkin saja untuk kotak kecil itu. Rapat-rapat ia tutup kotak itu dan mengembalikannya ke tempat semula. Karin seakan ingin mengubur dalam-dalam rasa yang pernah ada untuk si pemberi benda-benda kesayangan Karin itu. Ia kembali mengingat kenangan kala ia masih mengenakan seragam putih abu-abu.

***
Malam itu Karin mendapat telepon dari teman sekolahnya. Andi, temannya itu akrab disapa.
Tawa renyah kadang mewarnai obrolan mereka. Kadang Karin sendiri tak mengerti, mengapa ia sebegitu cepatnya akrab dengan Andi, padahal mereka belum lama kenal, dan pastinya mereka bukan teman sekelas. Karin sang sastrawati dan Andi sang scientist. Jelas berbeda…

“Rin, apa kamu bisa terima ga’ kalau aku bilang di hatiku ada kamu?” Teng, tedeng, tedeng…kalimat yang terdengar begitu ‘basi’ dan terlalu to the point keluar dari mulut Andi di tengah-tengah obrolan mereka. Spontan Karin kaget mendengarnya.
Oh.My.God.! You just make me shy..” Dengan gaya centil andalannya, ia mencoba menghilangkan salah tingkahnya yang hanya disaksikan oleh benda-benda mati yang ada di kamarnya.
“Aku serius Rin.. Waktu pertama kali Mimi kenalin kamu ke aku, aku langsung sreg sama kamu. Soalnya kamu itu orangnya seru, heboh, pokoknya kamu itu asyik deeh.…”
Percaya tak percaya Karin mencoba saja untuk percaya. Karin betul-betul tidak mneyangka aktivis dakwah pun bisa bicara blak-blakan seperti itu.
“Tapi kamu sadarkan Di kamu itu siapa dan aku siapa..?” Karin mencoba meyakinkan hatinya.
“Rin, memangnya aktivis ga’ boleh jatuh cinta? Aktivis dakwah kan juga manusia punya rasa punya hati Rin….”
Serius band kallee……gumam Karin dalam hati.
“Okey, terserah kamu aja deh…”

Perpustakaan sekolah pun menjadi saksi bisu cinta mereka. Walau tak memegang predikat “pacaran”, tapi apa bedanya sih dengan berdua-duaan ditemani dua hati yang sedang kasmaran?

***
Belum sebulan mereka…entah apa kata yang tepat, pacaran bukan, tidak pacaran juga bukan. Entahlah… Yang pasti belum sebulan setelah Andi menyatakan suka pada Karin, perubahan demi perubahan mulai nampak pada diri seorang Karin. Mulai dari tingkah hiperaktifnya yang mulai berkurang dari 100% jadi 65%, pengajian sekolah pun semakin sering di ikutinya, terlebih lagi sholat 5 waktu yang mulai ia kerjakan tepat waktu. Karin sendiri tentu senang dengan perubahan itu, tak sedikt pun ia merasa aneh dengan dirinya yang sekarang. Ia hanya merasa akan ada Andi yang akan selalu mengingatkannya.
Satu hari, Karin didera rasa cemburu yang teramat. Ia mendapati Andi sedang asyiknya ngobrol dengan Putri yang juga merupakan salah satu aktivis dakwah sekolah. Putri itu teman sekelas Karin, bahkan mereka terbilang cukup akrab. Yang semakin mengganjal di hati Karin adalah gosip yang pernah mengabarkan bahwa Andi dan Putri ada hubungan spesial. Tapi, Karin sendiri tak pernah terlalu percaya dengan gosip-gosip seperti itu, bagi Karin itu cuma ‘gosip kantin’ saja, maklum..kantin selalu menjadi tempat yang tepat untuk bergosip ria, khususnya untuk para ‘biang gosip sekolah’. Karin sendiri masih menaruh kepercaan besar pada Putri dengan memilih Putri menjadi tempat ia menumaphkan keluh kesahnya, bahagianya, dan semua hal yang di rasakan Karin, singkatnya Putri itu tempat curhat Karin (^_^).

Tepat hampir dua bulan Karin dan Andi menjalani hubungan yang tak jelas itu, akhirnya hubungan mereka mulai tercium oleh Pak Ahmadi, si Pembina organisasi dakwah sekolah. Karin dan Andi pun di hadiahi ceramah yang pasti tak sependek kultum. Tak ada kata yang mampu terucap dari mulut Andi maupun Karin, mustahil untuk mereka mmbela diri. Karena bagaimanapun juga mereka berdua akan tetap salah di mata Pak Ahmadi.

***
Beberapa hari setelah kejadian itu, Andi memutuskan untuk mengakhiri hubungannya dengan Karin, hubungan yang tak tak tahu bisa disebut apa. Tapi, Andi tak berani membicarakannya langsung, lagi-lagi harus memanfaatkan teknologi, lewat ponsel…

“Asslamu’alaikum..” Suara Andi mengucap salam sedikit bergetar.
“Wa’alaikumsalam..” Karin menjawab agak ragu. Karin mulai merasa ada sesuatu yang aneh dari nada suara Andi.
“Rin, sebelumnya aku mau bilang maaf sama kamu...”
Belum selesai Andi bicara Karin tiba-tiba memotong kalimat Andi.
“Aku udah tahu kok kamu kamu ngomong apa. Ga’ usah di lanjutin….” Ucap Karin tak seceria biasanya.
“Maaf Rin, kalau ternyata hati aku udah aku bagi buat orang lain..” Andi melanjutkan kalimat yang sempat dipotong Karin tadi.
Ternyata Karin salah menduga, ia mengira Andi akan mengakhiri hubungan tak jelas mereka karena hadiah ceramah dari Pak Ahmadi beberapa hari yang lalu. Tapi ternyata bukan karena alasan itu, melainkan karena hati Andi telah terbagi. Karin pun sudah mulai menebak siapa yang telah memiliki spotong hati itu… Di matikannya ponselnya, tanpa ia harus menunggu Andi menyebut satu nama yang sungguh tak ingin Karin dengar. Karin pun menangis sejadi-jadinya, tak menyangka hal seperti itu terjadi padanya.

***
Karin tersadar dari lamunan panjang masa lalunya. Setetes demi setetes butiran bening mengalir membasahi pipi Karin. Karin sendiri tak pernah mengerti, apa alasan Andi telah memilihnya menjadi ratu di hatinya, walaupun hanya mendapat sepotong hati milik Andi. Tapi, Karin sendiri tak pernah merasa rugi dan menyesal pernah mengenal sosok Andi. Karena perubahan-perubahan yang terjadi pada diri Karin juga berkat kehadiran Andi dalam kisah hidupnya.
Thank’s Andi….gumam Karin.