Jumat, 08 Maret 2013

Bocah, Jalanan, dan Nge-lem

(Int) Miris sekali melihat pemandangan-pemandangan di beberapa persimpangan lampu lalu lintas kota ini. Sudah tak lazim dan tak wajar hal-hal yang hadir disana. Bocah-bocah jalanan, yang dulu dengan wajah yang meski lusuh dan kumal, mereka masih tetap menampakkan keceriannya, bernyanyi se-adanya dengan memainkan gitar kecil di tangan atau sekedar menepuk-nepuk gerincing yang terbuat dari sisa-sisa tutup botol minuman kaca. Saat lampu merah mereka mulai berdiri di setiap pintu angkot atau kendaraan-kkendaraan pribadi menghibur para penumpang se-ala qadar lagu yang mereka nyanyikan, paling mengambil bagian reff dari lagu, yang biasanya lagu yang mereka nyanyikan adalah lagu yang lagi naik daunnya. Entah itu lagu pop, rock, atau dangdut sekalipun, mereka tetap bernyanyi kemudian setelahnya mereka menyodorkan tangan dengan harapan yang tak sekecil telapak tangan mereka berharap bisa mendapat harga atas lagu yang telah mereka persembahkan. Setidaknya masih ada harapan yang terpancar dari wajah bocah-bocah jalanan itu. Namun kini, setiap menyusuri jalan di kota Makassar dan bertemu dengan beberapa persinggahan lampu lalu lintas, memang masih ada bocah-bocah yang sama kumal seperti biasanya, masih bernyanyi meski tanpa gitar dan gerincing . Nyanyian yang semakin tak beraturan, bagus kalau mereka masih menyanyikan sebait, dua bait lagu, nah kalau tak bernyanyi sedkitpun lantas menyodorkan tangan dan berharap harga dari kehampaan suara yang mereka berikan, apa jadinya itu. Mereka bahkan kadang menggerutu jika hanya mendapat beberapa buah recehan. Setelah itu, mereka kembali ke singgah sana mereka, biasanya di bawah pohon pinggir jalan yang masih setia meneduhkan mereka. Namun sayang, mereka seperti tak peduli dengan keteduhan itu. Di tangan yang tak lagi memetik gitar dan tepukan gerincing, mereka malah memegang plastik atau kaleng kecil berisikan lem. Tanpa menghiraukan dunia yang menanti, mereka malah asiknya menghirup lem yang sebentar lagi akan merenggut mimpi-mimpi yang belum sempat mereka raih malah sirna. Bocah-bocah yang semakin kehilangan keceriaan mereka yang nyata, bocah-bocah dengan mata yang sayu, yang mabuk , yang semakin kehilangan alam nyatanya. Mereka yang tak tahu seberapa bahayanya kebiasaan mereka yang kecanduan menghirup lem. Semakin hari bocah-bocah jalanan itu semakin kehilangan nada-nada kehidupan yang telah mereka ciptakan sendiri dari petikan gitar yang kini sepi. Mereka harus kembali hidup di dunia mereka yang nyata, yang tidak terlena dengan candu lem yang mematikan mimpi-mimpi mereka. Mereka butuh perhatian dari tangan-tangan yang pernah menghargai nyanyian-nyanyian sendu milik para bocah-bocah jalanan itu. ©ART

1 komentar: